Makintau : Celengan

Jaman kita kecil dulu, kita diajari buat menabung. Belajar mengatur duit sejak kecil. Sampai ada lagunya di jaman itu.

Berbahagialah kalian anak 90an. Jaman anak-anak masih banyak punya lagu sesuai umur.

Menabung di bank terlalu ribet buat anak kecil, maka celengan adalah cara menabung paling gampang.

Budaya celengan ini sebenarnya bukan spesifik orang Indonesia saja, tapi di dunia juga ada. Ada info yang menarik nih tentang celengan ini. Celengan itu berasal dari bahasa jawa ‘celeng’ yang berarti babi. Celengan jadul yang pernah ditemui di nusantara adalah celengan dari jaman majapahit berbentuk seperti ini.

Majapahit,_Piggy_Bank
Celengan Majapahit

Walaupun artinya babi, celengan yang sering saya temui bentuknya adalah ayam. Menurut analisa saya yang teruji ITB dan IPB sotoy ini, celengan muncul di jaman nusantara ketika masih dikuasai Hindu Buddha. Ketika Indonesia dikuasai orang Islam, maka babi yang haram itu diganti ayam yang lebih barokah. lol.

2431400_celengan_ayam_babon
Celengan saya dulu persis seperti ini, tapi beda warna

Nah, bahasa inggrisnya celengan adalah piggy bank. Kalau melihat di tipi2, celengan orang luar itu bentuknya juga babi. Salah satu yang terkenal adalah tokoh mainan dari Toy Story ini.

Hamm dari Toy Story
Hamm dari Toy Story

Bisa jadi celengan babi ini terinspirasi dari celengan Majapahit itu.

Apakah kalian masih punya celengan?

 

Sekian.

Makintau : Belajar dari Pram (2)

Artikel ini adalah bagian kedua. Untuk bagian pertama silakan dilihat disini. Serial artikel yang akan membahas opini saya tentang apa yang saya pelajari dari 4 buku tetralogi buru. Buku ini sangat bagus untuk pengetahuan sejarah, terutama hal-hal yang tidak dijelaskan di buku sejarah formal. Misalnya kehidupan sosial, interaksi antar bangsa, dan kehidupan masyarakatnya (Yang kalau di buku sejarah digambarkan deritanya aja).

pramoedya

Sepanjang saya membaca 4 buku ini, saya harus bolak balik buka browser untuk memastikan beberapa kejadian sejarah yang nyambung sama cerita di buku ini. Hal-hal fiksi seperti ini yang membuat membaca sejarah jadi menarik. Berikut ini adalah lanjutan pemikiran saya setelah membaca buku ini.

What if

Indonesia termasuk hebat bisa merdeka dari penjajah dan menjadi tuan di tanah sendiri. Kalau kita hidup di era penjajahan Belanda, pemikiran suatu pribumi menjalankan negara yang merdeka adalah suatu impian di siang bolong. Di era penjajahan ini adalah salah satu fase paling buruk bagi  sejarah Indonesia. Karena terjadi kemunduran peradaban karena menjadi budak dari Belanda. Sekarang coba kita bayangkan apa yang terjadi jika kebangkitan nasional tidak terjadi.

Skenarionya adalah seperti ini. Orang-orang Belanda yang telah lama tinggal di Hindia Belanda tumbuh jiwa nasionalisme dan melakukan pemberontakan terhadap kerajaan Belanda dan berhasil. Jadilah Hindia Belanda negara merdeka menguasai tanah Nusantara. Dan para pribumi tetap bodoh & tersingkir. Negara ini dikuasai wajah-wajah Eropa, seperti halnya Australia & USA yang menyingkirkan Indian & Aborigin. Best casenya adalah negara Hindia Belanda menjadi negara maju, negara lebih tertata, di beberapa generasi kemudian muncul gerakan hak asasi, maka pribumi menjadi berpendidikan , memiliki wakil di pemerintahan, sepakbola maju dan lolos Piala Dunia. Horeee. Apakah dosa saya berpikiran seperti ini? hehe..

Memang sepertinya Indonesia saat ini hanya bisa membanggakan kehebatan masa lalu. Menjalankan negara merdeka ternyata lebih sulit dibandingkan merebut kemerdekaan itu sendiri. Lihat saja kondisi Indonesia saat ini.

Pendidikan

Berbicara tentang kebangkitan nasional dan kemerdekaan Indonesia adalah tak lepas dari peran Belanda itu sendiri. Semenjak di jajah Belanda, warga pribumi mengalami kemorosotan di segala bidang. Gimana mau berkarya, makan saja susah di jaman itu. Maka selama beratus-ratus tahun pribumi cuma jadi budak Belanda. Karena itulah orang-orang berperikemanusiaan di Belanda sana mencanangkan politik etis kepada pribumi yang telah terserap SDA & SDM di era kerja paksa. Politik etis adalah migrasi, edukasi, dan irigasi.

Tapi pada kenyataannya tidak semudah itu menjalankan itu. Yang menjadi bahasan di bagian ini adalah edukasi. Orang-orang Belanda tidak serta merta mau membagi pengetahuannya kepada pribumi. Diceritakan di buku itu (kalau tidak salah di buku kedua, Anak Semua Bangsa), pengusaha Belanda memakai pekerja pribumi. Mau tidak mau para pekerja diajarkan ketrampilan sesuai pemilik usaha. Untuk meningkatkan produktivitas, dan waktu itu memang lagi ngetrend revolusi industri, maka mulai menggunakan mesin-mesin. Karena pekerja-pekerja pribumi lebih murah, maka pribumi diajarkan lagi. Semakin maju usaha seorang Belanda, maka mereka makin butuh orang-orang pribumi (yang murah meriah muntah). Dari kasus ini kita bisa melihat sebenarnya walaupun orang Belanda enggan berbagi edukasi, tetapi mau tidak mau mereka harus harus melakukannya karena kebutuhan industri. Jadi dalam hal ini edukasi adalah untuk mendukung dunia usaha dan industri buat kepentingan orang Belanda.

Sekolah-sekolah Belanda pun tidak eksklusif untuk totok maupun indo, tapi juga pribumi. Tapi masih terbatas pada anak-anak priyayi atau orang-orang yang punya kedudukan. Mereka inilah yang nanti jadi pegawai pemerintahan maupun swasta milik Belanda. Anak-anak golongan bawah tetaplah menjadi pekerja kasar.

Minke(protagonis) adalah siswa dari H.B.S. Surabaya (Hogere Burger School) atau sekolah untuk pembuat burger. Jadi lulusan sekolah ini menjadi pegawai McD. HBS adalah sekolah setingkat SMP + SMA. Minke bisa bersekolah disini karena anak dari bupati Bojonegoro. Soekarno adalah salah satu lulusan sekolah ini. Saat ini gedung sekolah tersebut menjadi Kantor Pos Besar Surabaya. Lokasinya di Jl. Kebon Rojo hanya beberapa meter di sebelah utara Tugu Pahlawan. Lokasi HBS yang lain sekarang telah menjadi SMA kompleks.

Kantor Pos Surabaya
Kantor Pos Surabaya (nyolong dari sini)

Dijajah 350 tahun

Hal ini sebenarnya masih jadi perbincangan hangat ketika saya beranjak dewasa. Sejak kecil kita diajari bahwa kita dijajah Belanda selama 3,5 abad. Namun kalau ditelusuri lebih lanjut, angka itu agak sedikit bombastis. Pertama adalah kita lihat dulu definisi Indonesia belum ada di jaman itu (abad 17). Semua wilayah Indonesia masih terdiri dari beberapa kerajaan-kerajaan. Ketika Belanda pertama menjajah Indonesia pun, tidak semua wilayah Indonesia terjajah. Masih ada wilayah merdeka di Indonesia selama 350 tahun itu. Bahkan yang paling hebat adalah wilayah Aceh yang baru menyerah dari Belanda di tahun 1912.

Salah satu tokoh di buku ini adalah veteran Perang Aceh bernama Jean Marais. Orang perancis yang ikut berperang di Aceh untuk Belanda. Selesai tugas, dia membawa anak kecil hasil hubungan dengan wanita pejuang Aceh. Dia menjadi peluksi & pembuat mebel di Surabaya dan menjadi sahabat Minke. Sebenarnya cerita antara Jean Marais dan wanita Aceh itu lumayan tragis, tapi silakan baca sendiri bukunya, biar tulisan ini tetep spoiler free. 😀

Pencetus ide nama Indonesia baru dipopulerkan oleh para punggawa Indische Partij beratus tahun kemudian saat mulai menyebarkan paham nasionalisme. Mengenai kenapa wilayah Indonesia seperti saat ini, ada hal menarik lagi yang patut dipikirkan.

Majapahit atau Belanda?

Saya lupa-lupa ingat sama pelajaran sejarah yang bagian ini. Katanya Presiden Soekarno ingin melanjutkan cita-cita Patih Gajah Mada untuk menyatukan nusantara. Wilayah Indonesia yang luas dan berbagai macam suku dan bahasa ini bisa bersatu karena dulunya disatukan oleh Gajah Mada (saya lupa-lupa inget lho, jadi tolong dibenarkan kalau ada yang salah). Pernyataan ini sebenarnya kalau dipikir-pikir benar tapi juga meragukan. Coba perhatikan 2 peta dibawah ini.

majapahit

hindia

Coba tebak, 2 peta itu wilayah apa? Yang merah adalah wilayah kekuasaan Majapahit. Sedangkan yang biru adalah peta Indonesia. Salah! Yang biru adalah wilayah kekuasaan Belanda di tahun 1920. Kalau memang yang diperjuangkan adalah menurut Nusantaranya Gajah Mada, maka Indonesia akan jadi seperti yang merah, dengan tambahan Malaysia, minus Jawa Barat & beberapa wilayah Kalimantan, Sulawesi,  Papua.

Kenapa wilayah jajahan Belanda bisa hampir sama persis seperti wilayah Indonesia saat ini? Yang menarik adalah, wilayah Timor Leste yang dulunya jadi bagian Indonesia, sekarang sudah pisah, Indonesia kembali jadi persis sewaktu jadi jajahan Belanda. (Catatan: Timor Leste adalah bekas jajahan Portugis dan Timor Leste menganggap selama ini mereka dijajah Indonesia).

Kembali ke topik. Jadi kenapa wilayah Indonesia seperti wilayah jajahan Belanda? Karena itulah alasan untuk menyatukan Indonesia (menurut bukunya Pram). Diceritakan ada beberapa organisasi yang muncul di awal kebangkitan nasional. Yang pertama adalah Budi Utomo yang didirikan oleh beberapa siswa STOVIA (sekolah dokter di Batavia, sekarang FK UI) termasuk Dr. Sutomo. (saya pernah lho mengunjungi desa kelahirannya di Nganjuk *ga penting banget*). Namun awalnya hanya menerima anggota dari orang Jawa saja. Yang kedua adalah SDI (Syarekat Dagang Islam). Dari namanya, organisasi ini adalah organisasi pedagang beragama Islam.

Minke menganggap eksklusivitas dari 2 organisasi ini bakal sulit untuk memperjuangkan rakyat tertindas di Hindia Belanda. Karena di pulau jawa saja, ga cuma ada orang Islam dan Jawa. Maka kesamaan nasiblah yang menjadi alasan kuat untuk melawan tirani. Nasib dijajah Belanda. Masuk akal juga sih pendapat Pak Pram ini.

Cina

Sebutan Cina sangat rasis di Indonesia untuk menyebut warga keturunan dari negeri Tiongkok. Mungkin sama seperti N-word di US sana untuk menyebut African-American. Oleh karena itu mungkin lebih halusnya disebut saja Tionghoa. Walaupun warga Tionghoa punya sejarah panjang di negeri kita, tapi sepertinya bangsa satu ini yang paling sering kena diskriminasi. Padahal tidak sedikit jasa dari bangsa ini untuk kemajuan bangsa pribumi.

Rakyat kecil adalah golongan teraniaya yang sepertinya tidak memiliki kekuatan apa-apa. Padahal dibalik lemahnya golongan ini, terdapat kekuatan besar yang tidak disadari oleh mereka. Yaitu boikot. Yang terinspirasi oleh warga Tionghoa. Diceritakan ada sebuah perusahaan Belanda yang melakukan bisnis yang merugikan pengusaha Tionghoa. Karena solidaritas, maka perkumpulan pengusaha ini pun memboikot perusahaan Belanda ini, yang menyebabkan perusahaan ini bangkrut.

Minke menyadari bahwa seharusnya dia belajar dari cara bangsa Asia, bukan dari ilmu bangsa Eropa. Maka diapun terinspirasi dari cara boikot ini untuk mempropagandakan ke seluruh rakyat di Hindia. Cara ini bisa dibilang berhasil. Dengan jumlah pekerja buruh yang sangat banyak di perusahaan Belanda, apabila dapat diorganisir dengan benar, maka boikot dapat dijadikan ajang untuk melawan ketidakadilan yang terjadi.

Info : salah satu alasan berdirinya organisasi SDI (Syarekat Dagang Islam) adalah untuk menghimpun pengusaha-pengusaha muslim agar dapat bersaing dengan pedagang Tionghoa yang jauh lebih maju di jaman itu (mungkin sampai sekarang).

Bersambung…

 

Makintau : Belajar dari Pram (1)

Beberapa minggu yang lalu saya baru saja menyelesaikan 4 buku Tetralogi Buru dari Pramoedya Ananta Toer. Bagi kalian yang hidup di pedalaman gua atau hutan belantara, Pram adalah salah satu penulis terbaik yang pernah dimiliki Indonesia bahkan dunia. Dialah satu-satunya penulis di Indonesia yang sering dinominasikan di Nobel Sastra. Buku beliau yang paling terkenal adalah Bumi Manusia yang merupakan buku pertama dari 4 buku Tetralogi Buru. Sekuel selanjutnya adalah Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.

Saya tidak akan mereview tetralogi ini, karena hampir semua orang tau kualitas buku ini. Bahkan jadi buku Indonesia dengan rating tertinggi di goodreads.

Buku yang bagus itu tidak sekedar “bagus” dalam arti kualitas tapi juga membuat pembacanya berpikir. Merenungkan apa sebenarnya arti hidup mereka selama ini (lebay tapi kurang lebih gitu). Bisa dibilang inilah buku yang pertama kali membuat saya seperti itu.

Why this book is so fucking good?
Why this book is so fvcking good?

Beda orang beda pengalaman. Tapi berikut ini adalah yang saya dapat dari membaca 4 buku Pram ini. Tenang saja, spoiler free kok.

Continue reading “Makintau : Belajar dari Pram (1)”

Makintau : Douwes Dekker

Apa yang terlintas dipikiran anda mendengar nama Douwes Dekker? Orang Belanda, jaman kolonialisme, Max Havelaar, dan Multatuli. Itulah yang saya tahu dari pelajaran sejarah Hindia Belanda yang diajarkan waktu SD. Dan ternyata saya baru paham, kalau ternyata Douwes Dekker ga cuma Eduard.

The mighty mustache
The mighty mustache

Ada Douwes Dekker lain yang juga berjasa bagi sejarah Indonesia.

Ernest Douwes Dekker
Ernest Douwes Dekker

Beliau adalah Ernest Douwes Dekker. Bersama 2 orang teman pribuminya atau yang kita kenal sebagai Tiga Serangkai mendirikan boyband organisasi Indische Partij. Organisasi awal yang terang-terangan menginginkan kemerdekaan Hindia Belanda dari Belanda.

tigaserangkai

Ternyata waktu kecil saya salah paham. Saya mengira Eduard (Multatuli) adalah personel Tiga Serangkai dan terlibat dalam perjuangan kemerdekaan. Padahal dalam kenyataannya Eduard & Ernest hidup di era yang berbeda. Eduard hidup di abad 19, jadi jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Buat mengingat-ingat kembali pelajaran jaman dulu, berikut adalah info-info Douwes Dekker yang berhasil saya himpun dari wikipedia & google berbagai sumber terpercaya.

  • Ernest & Eduard masih ada hubungan keluarga. Saudara dari Eduard, Jan, adalah kakek dari Ernest.
  • Eduard adalah Belanda totok, sedangkan Ernest adalah Belanda KW Indo (Belanda campuran pribumi).
  • Di era kemerdekaan, Ernest mengganti namanya menjadi Danoedirdja Setiaboedi. Namanya dijadikan nama jalan di beberapa kota yaitu Jalan Setiabudi.
  • Teman 3 serangkai Ernest adalah dr. Cipto Mangunkusumo (yang diabadikan jadi salah satu RS terkemuka di Indonesia) & Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (aka Ki Hajar Dewantara, bapak pendidikan Indonesia).
  • Di buku Bumi Manusia karangan Pramoedya A. Toer, Sarah De la Croix mengatakan kepada Minke (tokoh utama), bahwa ada Douwes Dekker lain yang lebih penting dari Multatuli. Yang sedang berada di Afrika Selatan untuk berperang melawan Inggris. Walau tidak secara eksplisit menyebutkan Ernest, tapi dari deskripsi itu, jelas itu adalah Ernest.
  • Nasib keluarga Pak Ernest ini cukup tragis, karena perjuangannya yang gigih untuk perjuangan kemerdekaan Hindia Belanda. Perhatian terhadap keluarganya menjadi berkurang. Padahal menurutnya, perjuangan ini demi masa depan keluarganya. Namun kenyataannya setelah kemerdekaan, semua keluarga & anak-anaknya kembali ke Belanda. Hanya Ernest yang menjadi WNI.
  • Buku Max Havelaar pernah diadaptasi menjadi film Belanda Max Havelaar (1976) dengan melibatkan beberapa aktor dari Indonesia, salah satunya Rima Melati.
  • Menurut Pramoedya A. Toer,  menyebut Max Havelaar sebagai “The book that killed colonialism”. Karena telah menumbuhkan kepedulian orang Eropa terhadap penderitaan para pribumi Hindia. Dan buku ini juga yang menjadi penyebab munculnya Politik Etis , salah satunya dengan memberikan pendidikan kepada pribumi, dst,,dst,,dst,, bla,…bla dan akhirnya munculah para pribumi didikan Belanda yang terlibat perjuangan kemerdekaan. The rest is history..

Ya itu dia sekilas info dari saya. Semoga anda tidak salah lagi (seperti saya dulu) sama 2 tokoh ini.