Akhirnya kesempatan saya untuk mendapatkan vaksin datang juga. Awalnya dapat info dari tetangga, bisa daftar untuk mendapatkan jatah RT. Berhubung kami bukan KTP Sidoarjo, kami harus membuat surat domisili. Untuk vaksin ini, saya berdua bersama Afif yang didaftarkan
Dijadwalkan akan mendapatkan vaksin pada tanggal 24 Juli 2021. Entah karena apa, katanya bakal ditunda. Tanggal 21 Juli, tiba-tiba dapat info kami dapat jadwal vaksin keesokan harinya, 22 Juli. Malam itu harus segera mengurus surat domisili. Ku kira hanya perlu ke RT untuk mendapat surat domisili, ternyata harus ke RT, RW, dan kelurahan.
Ketika membuka lagi blog saya ini, saya melihat deretan link di sebelah kanan ini. Berderet blog-blog teman saya yang dulu aktif menulis dan bercerita. Bagaimana kabar blog mereka? Saya cek satu per satu, bisa dibilang hampir semua teman saya sudah tidak ada yang mengurus blognya. Ada yang link mati, ada yang sudah bertahun-tahun tidak diupdate.
Saya bertanya, kenapa mereka meninggalkan dunia blog? Salah satu alasannya pasti karena kesibukan. Rata-rata teman saya sudah kepala 3 dan pasti mayoritas sudah berkeluarga atau setidaknya telah menjalani karir yang menyita waktu.
Alasan lain adalah media blog yang sudah tidak semenarik atau seramai dulu. Semua orang sekarang berpindah ke media sosial lain.
Saya mulai menulis blog sekitar 2008, di blogger/blogspot. Saat itu sosial media belum seramai dan sekomersial sekarang. Saat itu Friendster masih berjaya, Facebook & Twitter masih belum populer (di Indonesia), Instagram belum lahir. Smartphone pun baru sebatas hp berbasis Symbian. Cara mengakses internet ya dari komputer, warnet, atau pun internet kampus. Akses dari mobile masih terbatas dan mahal.
Saat itu saya dan beberapa teman kampus rajin mengisi blog, mulai dari topik yang serius sampai yang ringan kejadian sehari-hari. Mirip diary/jurnal tapi online. Beranjak 1 dekade kemudian, tidak ada lagi yang menulis blog. Semua sudah pindah ke Instagram, Youtube, Twitter, Podcast, atau pun TikTok.
Mungkin yang masih menulis blog adalah orang yang memang di dunia tulis menulis, profesional, atau pun yang berevolusi menjadi media seperti Tirto, Hipwee, Kumparan, dan lainnya. Tak ada lagi orang yang menulis just for fun. Blogging for fun sudah tergantikan dengan sosial media lain. Itu sih menurut sepengetahuanku. Atau mungkin mainku kurang jauh?
Bulan september ini Bali punya acara. Namanya Maybank Bali Marathon, salah satu acara lari internasional terbesar di Indonesia pada 8 September 2019. Ada 3 jarak yang dipertandingkan, Full Marathon (42K), Half Marathon (21K), dan 10K.
Tahun ini adalah yang pertama kalinya aku ikut lomba lari ini dan juga pertama kalinya berpartisipasi di Half Marathon. Sebuah keputusan agak nekat karena ketika mendaftar lomba ini bulan Maret kemarin, aku belum pernah sama sekali ikut serta 10K.
Pikirku adalah ini acara besar, kalau ikut yang 10K terlalu sebentar dan marathon masih terlalu jauh. Jadi dipilih lah yang tengah-tengah. Masih ada waktu setengah tahun untuk mempersiapkan fisik dan mental. Persiapan lain adalah dengan mengikuti 10K di lomba yang skalanya lebih kecil.
Salah satu alasan lain ikut MBM 2019, sekalian liburan ke Bali. Baru pertama kali kesana nih. Haha.
Yang jadi masalah adalah selama ini aku latihan belum tembus lari diatas 10K. Apakah aku siap? Apakah aku bakal kuat menyelesaikan lari ini?
Jelas di lari kali ini aku tidak bisa menggunakan kecepatan yang sama seperti ketika 10K, yaitu di atas 6 menit/km. Dengan pace segitu, harusnya waktu tempuhku sepanjang 21KM adalah sekitar 2 jam 10 menit. Karena aku belum tentu kuat lari stabil sepanjang itu dengan kecepetan segitu, aku menargetkan finish di kisaran 2 jam 45 menit.
Lari kali ini aku bakalan lari santai saja sambil menikmati pemandangan indah Bali di sepanjang perjalanan. Pada kenyataannya, rencanaku buyar semua. Gara-gara orang ini.
Just because she likes the same bizzaro crap you do doesn’t mean she’s your soul mate.
Rachel Hansen
Bulan Juli 2009, 500 days of Summer rilis. Film ini saya tonton ketika masih jaman kuliah. Saya sendiri tidak pernah menyukai genre rom-com. Satu-satunya alasan menonton film ini adalah karena dibintangi oleh aktor favorit saya, Joseph Gordon-Levitt.
Layaknya film romantic-comedy pada umumnya, 500 days of Summer berkisah tentang 2 muda-mudi, Tom (Joseph Gordon-Levitt) dan Summer (Zooey Deschanel). Hubungan yang mereka jalin tiba-tiba runtuh. Sepanjang film kita akan melihat bagaimana usaha Tom untuk mengejar kembali Summer. Alur cerita ditampilkan secara non-linear. Kita akan disuguhkan cerita yang loncat-loncat dari ketika mereka berkenalan hingga nantinya putus.
Film ini kuanggap tidak terlalu istimewa dan mungkin hanya kuberi rating 7 atau 8. Dan yang paling penting Summer is a total bitch. Kenapa dia bisa begitu tega sama Tom.
Berangkat 10 tahun kemudian, saya mencoba menonton film ini dengan persepektif dan situasi yang berbeda. Film ini langsung menjadi favorit saya, dengan rating 10. haha
Akan saya jelaskan kenapa. Tulisan ini bukan review, hanya unek-unek pendapat bias saya tentang film ini. Tentu saja spoiler. Jangan diteruskan baca kalau belum menonton.
Hari jumat kemarin, 21 Juli 2017, adalah hari yang kelam buat saya (dan seluruh dunia). Baru kali kematian selebritis bisa begitu nyesek. Berita kematian selebritis adalah hal yang biasa terjadi. Orang datang dan pergi. Tapi untuk orang yang satu ini, berbeda. Dia adalah Chester Bennington, vokalis Linkin Park.
@chesterbe
Jika anda adalah generasi 90an yang berusia diantara pertengahan 20an sampai 30, pasti mengenal Linkin Park. Mereka band yang sangat masif di awal 2000an. Dimana diwaktu itu adalah eranya generasi 90an memasuki masa remaja. Masa ketika mereka bertransisi dari anak-anak menuju dewasa. Dimana mereka meninggalkan idola masa kecil mereka dan beranjak ke idola yang relevan dengan mereka.
Masa remaja adalah pada umumnya adalah fase paling labil yang dialami manusia. Masa yang katanya pencarian jati diri. Di saat itu lah Linkin Park menginspirasi kehidupan jutaan remaja di seluruh dunia. Walaupun saya sendiri saat itu tidak terlalu begitu paham 50% lirik-liriknya, tapi entah kenapa lagu-lagu mereka bisa begitu relevan. Kita bisa mendengarkan “kemarahan” khas remaja. Terutama di lagu Crawling yang melambungkan nama mereka. Lagu ini adalah lagu pertama Linkin Park yang saya dengar. Baru beberapa tahun kemudian saya tahu kalau lagu ini adalah pengalaman Chester yang memiliki masa lalu yang kelam.
Jika diperhatikan, banyak lagu Linkin Park cerita tentang perjuangan personal dari Chester. Dari beberapa wawancara, Chester sering bercerita di masa mudanya, dia pernah menjadi korban pelecehan seksual temannya, korban bullying, dan menjadi pemakai obat-obatan terlarang. Singkat cerita, banyak remaja di seluruh dunia yang merasa bahwa lagu-lagu Linkin Park telah membantu mereka melewati masa-masa kelam.
Buat saya sendiri, walaupun hidup normal-normal saja dan tanpa lika-liku yang tragis, Linkin Park sudah menjadi bagian dari masa remaja saya. Ada sekitar 3-4 poster Linkin Park di kamar, untuk menunjukkan betapa “cool” dan “edgy” saya waktu itu. Di era youtube belum ada dan google baru memulai perjalanannya, MTV adalah tontonan wajib saya untuk selalu update berita idola. Istilah kerennya waktu itu adalah anak nongkrong MTV. Dan tak lupa koleksi kaset 3 album pertama mereka, Hybrid Theory, Reanimation (remix Hybrid Theory), Meteora. Ya, KASET!! Jaman itu masih relevan.
Sayangnya 3 kaset itu tidak bisa saya tunjukkan karena berada di rumah orang tua. Saya tampilkan saja gambar dari teman. Kira-kira seperti itu kasetnya, ditambah album paling populer mereka Hybrid Theory. Hampir tidak ada yang tidak tahu siapa Linkin Park. Begitulah kira-kira gambaran masifnya LP di awal 2000.
Maju di tahun 2007, Linkin Park telah banyak berubah. Mereka telah meningkalkan nu metal yang melambungkan namanya. Banyak fans yang kecewa dan meninggalkan mereka. Tak sedikit pula yang bertahan. Saya adalah salah satu yang bertahan. Saya terus mengikuti naik turunnya mereka. Pergantian genre ke alternatif di album ke-3 mereka, Minute to Midnight. Yang paling kukenang dari album ini adalah waktu rilisnya 14 Mei 2007. Pada tanggal 12 Mei 2007, beberapa hari setelah UAN/UAS SMA, saya harus meninggalkan kota Bontang menuju Surabaya untuk melanjutkan kuliah. Lebih tepatnya adalah mengikuti bimbingan belajar untuk persiapan seleksi masuk perguruan tinggi (waktu itu namanya SPMB).
Mendengar lagu What I’ve Done, saya merasa kembali di saat-saat saya harus ekstra keras belajar siang & malam agar bisa diterima PT pilihan saya, ITS jurusan Teknik Informatika. Yang katanya passing gradenya lebih tinggi dari FK Unair. Dan Alhamdulillah, saya diterima. Ditambah lagi deretan lagu Leave out all the rest, Bleed it out, In Pieces, dan lainnya, mengingatkan kenangan betapa kesepiannya saya ketika awal menginjakkan kaki di Surabaya.
Dan terus ke album selanjutnya A Thousand Suns, Living Things, The Hunting Party, dan One More Light saya selalu antusias mengikuti. Kalau harus diceritakan satu persatu kenangannya disini, bakal ga ada habis-habisnya. Ketika jumat pagi, 21 Juli 2017, saya mengecek instagram, muncul post dari akun LP ini.
Aku kira hanya gambar biasa Linkin Park sampai melihat komentar-komentarnya. Ada apa dengan Chester? Orang yang telah mengisi masa mudaku telah tiada karena gantung diri. Pada hari itu juga mood langsung ga enak sepanjang hari. Rasanya seperti kehilangan seorang teman lama. Sulit untuk memahami bagaimana mungkin seorang menginspirasi jutaan anak muda, ternyata juga sangat rapuh di dalam.
Entah bagaimana kelanjutan Linkin Park tanpa Chester. Menurutku, meninggalnya Chester adalah akhir dari Linkin Park. Mereka telah solid bersama selama hampir 2 dekade. Ketika ada 1 bagian yang hilang, maka sulit untuk melihat Linkin Park yang dulu. Mungkin mereka bisa meniru RATM, ketika sang vokalis pisah jalan, 3 personel lainnya memutuskan membentuk band baru dengan vokalis baru dengan nama Audioslave. Kebetulan vokalisnya adalah Chris Cornell, sahabat Chester, yang juga baru 2 bulan lalu meninggal dengan cara yang sama, gantung diri. Menurut berita, menjadi salah satu sebab Chester bunuh diri juga. Apapun keputusan mereka, saya akan tetap menjadi fans Linkin Park.
Lagu ini adalah salah satu lagu favorit LP. Mendengar lagi lagu ini, menimbulkan perasaan yang berbeda. Rasanya seperti mendengar suicide note dari Chester.
When my time comes
Forget the wrong that I’ve done
Help me leave behind some
Reasons to be missed
And don’t resent me
And when you’re feeling empty
Keep me in your memory
Leave out all the rest
Leave out all the rest
Ini bukan mau ngebicarain acaranya Komeng yang ngehits di tahun 90an (uhuy!). Tapi ini adalah cerita pengalaman saya minggu lalu.
Hari Sabtu, 16 April 2016, seperti biasa saya melakukan rutinitas. Sabtu ini suasana lagi sepi, soalnya banyak temen yang lagi pulkam. Tiba-tiba ada watsap dari Jamal yang isinya seperti ini.
Supp bruh, DO U CoM 2 Silvi’s wedding? (isi teks hanya ilustrasi)
Saya ga inget klo hari itu ada nikahan seorang teman jaman kuliah. Akhirnya setelah debat panjang, kami sepakat untuk kumpul dulu di suatu studio teman bernama ElvenGames. Kumpul jam 6 abis magrib.
Di Elven, ada 3 teman lain yang sedang main & nonton DoTA2. Jadi mereka males ga bisa ikut. Padahal jarak lokasinya hanya sepelempar batu.
Okelah akhirnya saya & Jamal pergi ke Gedung Robotika ITS, tempat resepsi.
Gedung Robot yang bisa dipake buat acara nikahan
Ternyata ada satu teman lagi hadir ke acara nikahan. Jauh-jauh datang dari Jember, namanya Gama, sang kapten masa depan. Untung saja masih ada teman kuliah cewek yang datang, jadi kami enggak mati gaya.
Lanjut beberapa menit kemudian, kami akan pulang kembali ke pasangan masing-masing (yang mana sebenarnya 3 orang ini ga punya). Awalnya cerita akan berakhir disini. Namun, entah kenapa saya & Jamal memaksa Gama untuk ikutan ke Elven. Motor saya dititipin disana, jadi harus balik kesana dlu.
Akhirnya setelah panjang lebar berdebat kusir, Gama mau diajak ke Elven. Maka akhirnya kami cerita panjang lebar nostalgia masa kuliah. Oke waktu telah menunjukkan pukul 22.00, harus segera pulang, jika tidak mama akan marah.
Di saat mau pulang, aku bilang biasanya kalo hari minggu jogging di CFD Darmo. Sebelum pulang, akhirnya kami bertiga sepakat untuk ketemuan lagi besok untuk CFD-an.
Keesokan harinya, Gama & Jamal datang jam 6 pagi kumpul ditempatku di area Ngagel. Lalu lanjut jogging & ikutan senam zumba. Acara selesai, pulang jam 9. Kami ngobrol-ngobrol santai. Harusnya sudah berakhir sampai sini. Gama tiba-tiba mengajak nonton The Jungle Book. Terutama karena lokasiku yang dekat dengan Marvell, mall yang baru buka. (Di Blitz Marvell ini satu-satunya aku pernah nonton ke bioskop jalan kaki).
Sebenarnya lagi agak males nonton. Tapi berhubung Gama lagi kebelet pengen nonton, ya akhirnya saya iya-kan. Lagipula sore itu dia harus kembali ke Jember. Mungkin di Jember ga ada beoskop.
Kali ini hanya saya & Gama, soalnya Jamal harus menghadiri pernikahan temannya yang lain. Tahun ini lagi musim kawin teman-teman seusiaku. Di usia 26-27 memang seyogyanya kalian nikah.
Di saat yang lain berkumpul bersama pasangan masing-masing, saya disini sedang menulis blog yang mungkin ga akan ada yang baca kecuali orang ini –> http://dnwahyudi.com/
me_irl
Ok, back to topic. Gama memilih jam 11 siang, karena biar ga mepet sama keberangkatan keretanya jam 4 sore. Jamal & Gama pulang ke tempat masing-masing. Gama akan kembali ke tempatku jam setengah 11.
Hari minggu adalah waktunya cuci baju & cuci kucing. Karena waktu itu hujan turun saya tunda dulu cucinya. Badan lumayan capek, saya berbaring lantai & ketiduran.
Bangun-bangun, Gama sudah datang. Jam telah menunjukkan jam 11 kurang 15 & masih hujan. Wah ga bakal sempet nonton jam 11 ini. Kami pun mengganti lokasi & jadwal ke TP jam 12.15.
Saya mandi dulu & cuci baju (ini tidak penting). Filmnya lumayan bagus, The Jungle Book, yang disutradarai oleh Jon Favreau (Iron Man, Chef). Film selesai, saatnya pulang. Tapi lagi-lagi tidak, sodara2!
Gama bilang dia masih punya saldo Rp40.000 sebuah wahana di TP (aku lupa namanya, semacam temjon). Dia lagi pengen nyoba lagi wahana perahu yang digoyang-goyang itu lho. Kalo di dufan namanya kora-kora. Tidak seekstrim kora-kora, tapi tetep bikin jantung dagdigdug.
Sebelum menuju lokasi, tiba-tiba saja saya pengen ke Matahari. Mumpung lagi di sana, dari kemarin mau cari celana pendek. Selesai menemukan apa yang dicari, kami lanjut ke wahana itu.
Niatnya cuma naik kora-kora, tapi malah keterusan nyoba yang lain. Bablas sampai magrib. Gama memutuskan untuk naik kereta malam. Karena uda magrib, kami sholat di lantai atas Tunjungan Plasa.
Lagi-lagi, Game mendapat ide untuk pergi ke pameran wisata (WTF!!) di Grand City. Dari TP, perjalanan lanjut ke Grand City. Demi apa coba aku datang ke pameran.
Badan uda letih, lelah, & capek. Tak boleh ada lagi tujuan selanjutnya. Dan kami pun kembali ke tempat masing-masing.
TL;DR : seharusnya malam minggu setelah nikahan teman, pulang ke rumah masing-masing. Tapi muncul ide spontan, dan akhirnya baru berpisah sehari kemudian.
Sekian cerita ini.
nb: Cerita terjadi 2 minggu lalu, ditulis seminggu lalu, tapi baru sadar belum dipublish, jadi baru tayang hari ini (May Day 2016).
Kita semua pasti pernah punya pengalaman melihat sesuatu selalu negatifnya. Hanya dari buruknya tanpa melihat sama sekali hal positifnya. Seperti permasalahan apakah dia melihat gelas setengah penuh atau gelas setengah kosong. Dua hal yang sebenarnya sama aja, tapi secara psikologis 2 reaksi yang berbeda. Optimis & Pesimis.
Di TEDx Talks ini, Alison Ledgerwood berbicara tentang psikologis orang-orang yang berpikiran negatif.
Dia mengambil contoh penelitian, dibagi menjadi 2 grup yang akan diberi data yang sama. Grup A mendapat hasil data 40% keberhasilan. Grup B mendapat data 60% kegagalan. Maka grup A akan merespon dengan positif sedangkan grup B dengan negatif.
Kemudian percobaan dilanjutkan dengan grup A diberi data 60% kegagalan dan grup B 40% keberhasilan. Hasilnya adalah respon grup A menjadi negatif. Dan ternyata grup B tidak berubah positif, tetapi tetap menjadi negatif. Karena untuk merubah pikiran positif menjadi negatif lebih gampang daripada merubah pikiran negatif ke positif.
Inilah salah satu fenomena yang lagi ngehits di kehidupan modern ini, yang disebut haters. Terutama yang paling sering muncul di facebook adalah barisan sakit hati akibat pemilu. Biasanya kalau sudah mulai muncul di fb, maka segera ku block saja karena hal negatif gampang menular, bikin bad mood, dan merusak produktivitas. (nb: saya bukan pendukung salah satu 2 orang itu).
Klo diperhatikan bahasa inggris termasuk bahasa yg ga konsisten dalam pengucapan kata. Misalnya bagaimana kita tau kalau red itu dibaca ‘red’ atau ‘rid’. Mungkin untuk kata red gampang karena merupakan kata yg familiar. Entah bagaimana dengan kalimat baru yg tidak familiar. Aku ingat dulu waktu masih kecil, keheranan dengan cara pengucapan “enough”. Kata ini pertama saya temukan di film James Bond, “The world is not enough”.
Gimanapun juga, ketidakkonsistenan bahasa adalah kewajaran. Banyak kata bahasa inggris yg merupakan serapan bahasa lain dan harus ikut aturan main bahasa lain itu. Sama seperti yg terjadi di bahasa Indonesia. Coba lihat nama stasiun TV mana yang ada huruf “TV” yang pengejaannya benar sesuai bahasa Indonesia. Cuma SCTV (eSCeTeVe) yang benar. Yang lainnya salah karena mengeja TV dengan “tivi”. Tapi berhubung TV adalah kata dari bahasa Inggris, maka biasanya orang lebih familiar ejaan luarnya.
Tapi kalau kata orang sih, bahasa Inggris bukan bahasa tersusah yang dipelajari. Jadi jangan mengeluh bahasa Inggris susah. Padahal kita sudah di jaman internet. Mayoritas ditulis dengan bahasa Inggris.
Mari kita tutup tulisan ini dengan “Hints on English pronunciation”
I take it you already know
Of tough and bough and cough and dough?
Others may stumble, but not you,
On hiccough, thorough, lough and through?
Well done! And now you wish, perhaps,
To learn of less familiar traps?
Beware of heard, a dreadful word
That looks like beard and and sounds like bird,
And dead: it’s said like bed, not bead —
For goodness sake don’t call it ‘deed’!
Watch out for meat and great and threat
(They rhyme with suite and straight and debt).
A moth is not a moth in mother,
Nor both in bother, broth in brother,
And here is not a match for there
Nor dear and fear for bear and pear;
And then there’s dose and rose and lose —
Just look them up — and goose and choose,
And cork and work and card and ward,
And font and front and word and sword,
And do and go and thwart and cart —
Come, come, I’ve hardly made a start!
A dreadful language? Man alive!
I’d mastered it when I was five!
Update: berhubung harga domain .id ini lumayan mahal, 500k, jadi saya tidak memperpanjangnya. Web saya pindahkan ke http://bocilmania.com
Sebagai orang yang berkecimpung di dunia code2an (code pake ‘c’ bukan pake ‘k’), sebenarnya saya sedikit aneh kalau tidak punya web personal. Blog ini ga usah dihiraukan, maunya yang agak berbobot dan profesional. Kan ga lucu, ketika nanti tuker2an kartu nama sama Ellon Musk, tertulis webku ini, trus dia buka artikel yang ini https://tulisanrifai.wordpress.com/2015/03/30/kim-jong-un/.
Dulu sebenarnya sudah pernah bikin, tapi sayangnya ga dilanjutin. hehe. Mungkin perlu beli domain sendiri, biar agak semangat. Akhirnya saya pun cari-cari domain yang cocok. Mulai rifai.com, ahmadrifai.com, ternyata uda dibeli orang. Akhirnya mencoba beli domain .id aja, selain kesannya nasionalis, url-nya lebih pendek 1 huruf (ga ngefek). Alhamdulillah akhirnya saya bisa mendapat domain ini http://www.rifai.id. Url .id yang terpendek yang bisa dipesan langsung. Kalau dibawah 5 huruf, harus berurusan langsung sama mertua PANDI.
Syarat untuk beli domain ini gampang, sama kayak .com. bedanya cuma kita disuruh scan KTP. Tambah SIUP/TDP/AKTA/ Surat Ijin klo buat domain perusahaan. Jadi kayaknya domain ini dikhususkan orang indonesia. Tapi sayangnya domain ini masih agak mahal, Rp500.000. Dibandingkan .com yang cuma 100-an. Tapi kemarin saya beli dengan diskon 50% (masih mahaal). Tapi ga apa-apa, daripada nama domain rifai diambil orang lagi. Jadi segeralah beli domain id, terutama bagi kalian yang namanya pasaran.
Sekarang adalah memutuskan ditaruh dimana web ini. Berhubung skill web saya makin anjlok, saya memutuskan pake service yang ada saja, yang ga perlu hosting sendiri. Yang paling familiar tentu saja wordpress. Tapi sayangnya kita harus beli domain dari wordpress. Dan itu pun ga ada domain id. Akhirnya memutuskan pindah ke tumblr. Karena bisa pakai domain sendiri. Padahal web ini bikin males, soalnya isinya hipster & quote-quote bullsheep. Tapi untungnya, di bidang yang saya geluti ini, banyak yang pakai tumblr. Jadi dashboardnya saya filter aja.
Untuk saat ini masih sepi isinya, dan masih pake template tumblr. Blog ini rencananya mau diisi segala hal teknis yang saya kerjakan. Dan beberapa portfolio agar bisa melihat seberapa jauh perkembangan saya selama ini. Seenggaknya ga malu2in kalau nanti web ini dikunjungi Larry Page.