500 days of Summer, 10 tahun kemudian

Just because she likes the same bizzaro crap you do doesn’t mean she’s your soul mate.

Rachel Hansen

Bulan Juli 2009, 500 days of Summer rilis. Film ini saya tonton ketika masih jaman kuliah. Saya sendiri tidak pernah menyukai genre rom-com. Satu-satunya alasan menonton film ini adalah karena dibintangi oleh aktor favorit saya, Joseph Gordon-Levitt.

Layaknya film romantic-comedy pada umumnya, 500 days of Summer berkisah tentang 2 muda-mudi, Tom (Joseph Gordon-Levitt) dan Summer (Zooey Deschanel). Hubungan yang mereka jalin tiba-tiba runtuh. Sepanjang film kita akan melihat bagaimana usaha Tom untuk mengejar kembali Summer. Alur cerita ditampilkan secara non-linear. Kita akan disuguhkan cerita yang loncat-loncat dari ketika mereka berkenalan hingga nantinya putus.

Film ini kuanggap tidak terlalu istimewa dan mungkin hanya kuberi rating 7 atau 8. Dan yang paling penting Summer is a total bitch. Kenapa dia bisa begitu tega sama Tom.

Berangkat 10 tahun kemudian, saya mencoba menonton film ini dengan persepektif dan situasi yang berbeda. Film ini langsung menjadi favorit saya, dengan rating 10. haha

Akan saya jelaskan kenapa. Tulisan ini bukan review, hanya unek-unek pendapat bias saya tentang film ini. Tentu saja spoiler. Jangan diteruskan baca kalau belum menonton.

Saya menonton film ini 3 minggu yang lalu dalam kondisi hati yang enggak karuan. Haha, oke tak perlu curhat. Setelah menonton ulang film ini, kesimpulan yang saya dapatkan adalah Tom is such a dumb & naive guy.

Aku tak menyangka film ini ternyata memiliki makna lebih dalam dari yang aku tonton 10 tahun lalu.

500 days of Summer bukan rom-com biasa. Justru malah menggebrak pakem film romansa pada umumnya. Kita sering terjebak klise film, percayalah pada kekuatan cinta. Cinta akan mampu meluluhkan hatinya. bla..bla..bla.

Tom adalah cowok yang terjebak pada mitos ini. Di awal film narator berkata,

The boy, Tom Hansen of Margate, New Jersey, grew up believing that he’d never truly be happy… until the day he met “the one.” This belief stemmed from early exposure to sad British pop music…and a total misreading
of the movie The Graduate.

Lain halnya dengan Summer. “There’s no such thing as love. It’s a fantasy”, tegas Summer. Apa reaksi Tom? “Well, I think you’re wrong”. Dari sini lah petualangan Tom di mulai.

Film ini bercerita dari sudut pandang Tom. Bagaimana Tom berekspektasi dalam suatu hubungan. Dengan kekuatan cinta, dia akan mengubah Summer.

Ya, pada akhirnya Summer pun kembali percaya pada cinta, tapi bukan seperti Tom harapkan. Manusia adalah makhluk yang kompleks. Wanita pun juga begitu.

Tapi yang pasti, Summer sudah menjelaskan di awal bahwa ia tidak mencari hubungan yang serius. Tom jelas sudah tahu itu. Tapi dia adalah cowok naif. Bahwa dia akan mampu mengubah Summer untuk menjadi lebih baik.

Lebih baik menurut versinya Tom.

Semakin tinggi kita berekspektasi, maka bersiaplah jika pada kenyataannya tidak sesuai seperti yang kita harapkan. Kita tahu seperti apa jadinya akhir dari cerita ini.

Ekspektasi vs Kenyataan

Gambar diatas adalah adegan ikonik dari film ini, dimana ekspektasi tidak sesuai dengan kenyataan. Kita semua pernah merasakannya. Dalam hal apapun itu bukan hanya soal asmara.

Tom tidak siap dengan kenyataan ini.

Tapi kenapa Summer bisa kelihatan begitu jahat kepada Tom? Kenapa juga dia tiba-tiba menikahi orang yang baru dikenalinya? Film ini adalah cerita dari sudut pandang Tom. Kita tidak tahu seperti apa Tom dalam sudut pandang Summer. Bisa jadi Tom tidak sebaik yang kita kira.

Look, I know you think she was the one, but I don’t. Now, I think you’re just remembering the good stuff. Next time you look back, I, uh, I really think you should look again.

Rachel Hansen

Jadi ingat suatu komentar netizen tentang kenapa film ini bagus. Di dunia nyata tidak seperti di film. Sebagian besar hubungan pasti akan berakhir putus. Itulah kenapa jarang ada orang yang menikahi cinta pertamanya.

Tapi sisi positifnya adalah Tom bangkit dari keterpurukan dan memulai meneruskan impian lamanya sebagai seorang arsitek. Jatuh itu biasa, yang penting bagaimana kita bangkit dan terus menatap masa depan.

The show must go on.

4 thoughts on “500 days of Summer, 10 tahun kemudian

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.